APA KABAR HAK ASASI MANUSIA & DEMOKRASI DI PAPUA?
oleh: Bules Morup
Tentu untuk menjawab pertanyaan di atas dan menjelaskan pertanyaan di atas harus diimbangi dengan basis keadaan sosial, politik, pendidikan, kehesatan, ekonomi, budaya, dan berbagai fenomena realita di Papua sebagai situasi yang paling konkret. Sebab problem Papua adalah sangat kompleks dan meluaskan hingga banyak krusial atau terdampak di berbagai segi kehidupan, dan juga problem perampasan ruang hidup rakyat Papua, krisis ekologi/ (lingkungan hudup), krisis kemanusiaan, yang melanggengkan di Papua.
Indonesia telah mengakui oleh dunia Internasional sebagai dewan HAM di PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB), dan dipuji-puji oleh dunia bahwa Indonesia adalah merupakan sebuah negara hukum. Lantas kita melihat dengan basis daripada kondisi Papua yang buruk dan bahkan tidak ada penegak hukum di Papua — -artinya hukum di Papua sama sekali tidak ada, hukum dijadikan sebuah alat permainan untuk membunuh orang West Papua dengan kepetingan “Ekopol” di Papua, hukum sebagai legitimasi untuk merampas kekayaan alam di Papua, maka konsep Hak Asasi Manusia di Papua telah tidak ada, artinya hukum mengedepankan pada kepentingan oligarki dan investasi hingga mengesampingkan eksistensi kemanusiaan di Papua. Jadi sesungguhnya hukum dibuat untuk menyelesaikan berbagai konflik di Papua, dan hukum juga dibuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), untuk mununtaskan problem Papua, tetapi manifestasi hukum di lapangan nol dan justru menghancrukan kemanusiaan di Papua dan tujuan darpada hukum yang dibuat oleh MK-RI adalah sebagai alat yang digunakan oleh kelas yang berkuasa untuk mengambil alih “Sumber Daya Alam di Papua”. Padahal hukum bukan dibuat untuk menindas orang yang lemah serta bukan untuk menindas orang yang menyuarakan kebenaran dan hingga merampas ruang hidup, artinya hukum musti berpihak pada esensi kemanusiaan, dan berpihak juga bagi kaum memperlakukan diskriminatif hingga tidak adil, itulah disebut sebagai “Yudicial Actvism”/ atau Aktivisme Yudisial, oleh Mahkamah Konsistusi.
PENGIRIMAN MILITER DI PAPUA SAMPAI BERAPA PUN TIDAK AKAN MENYELESAIKAN PROBLEM PAPUA.
Kita orang West Papua menilai bahwa militer adalah pembunuh, perampok, pencuri, pelaku rasis & merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan orang West Papua, maka merekalah yang mengamankan visi dan misi negara, kita menilai bahwa yang memperkosa hukum RI dan memprkosa demokrasi sampai tiba pada memperkosa mama-mma di Papua itu pelaku-pelakunnya adalah militer Indonesia, sampai mama-mama di Papua dibunuh di kebun-kebun oleh TNI-POLRI Indonesia, maka militer adalah menciptakan masalah di Papua dan membunuh orang West Papua di luar julur hukum, namun mereka dilindungi oleh hukum itu sendiri, jadinya timbal balik. Sebab pengiriman militer bukan solusi alternatif bagi orang Papua, kecuali untuk menghabiskan orang West Papua, kecuali penindasan masih berlanjut di Papua dan represifitas secara fisik dan piskologi masih berlanjut di Papua, bahkan itu sangat menggangu terhadap masyarakat Papua, jadi mental orang Papua dirusak, kepala orang diinjak-injak, sejarah orang Papua dihapuskan, identitas orang Papua diganti dengan identitas dari luar, maka akan terjadi ekosida secara lingkungan hidup, alam, pohon, air, tanah, hewan dan habis itu akan terjadi genosida, pemusnahan atau pembantaian terhadap kemanusiaan, atau bantai satu ras atau etnis, satu kelompok, suku, bangsa, yaitu: bangsa Papua, ras Papua, manusia Papua, setiap suku di Papua akan bantai habis oleh militer Indonesia dalam 20–30 ke depan.
DEMOKRASI DI PAPUA:
Demokrasi Indonesia adalah demokrasi parlementer, ada lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif, terus yang menerapakan di Papua adalah penuh dengan dikskrimanitif, dan tidak ada kebebasan berdemonstrasi untuk menuntut hak-hak dasar orang Papua, sehingga ruang dialog, trasfaransi, mungupdate informasi di Papua sangat sulit diakses, artinya media-midia untuk mengangkat konfik Papua yang sesungguhnya tidak bisa diakses, maka proses demokratisasi di Papua tidak ada, yang ada hanyalah menutup ruang demokrasi untuk menciptakan konflik berkepanjangan di Papua. Sebab demokrasi Indonesia hanya dinikmati oleh sekelompok elit politik komprador borjuasi ( demokrasi borjuasi yang melegitimasi kekuasaan. Kebebasan pers, kebebasan mengkritik rezim, kebebasan untuk menentukan hak tanah dan lingkuangan hidup dsb, telah dibungkam oleh rezim yang berkuasa, rezim itulah yang menggerogoti esensi demokrasi di Indonesia dan lebih para adalah di Papua (krisis demokrasi dan kemanusiaan). Apa arti demokrasi? demos and cratos, demos adalah “rakyat” dan cratos adalah “kekuasaan/ bentuk pemerintahan” yang artinya demokrasi adalah kekuasaan rakyat untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan tuntutan rakyat, dan sisi lain semacam tuntutan rakyat Papua untuk “Hak Menentukan Nasib Sendiri” dan orang Papua berpotensi untuk bangun secara ekonomi, sosial, budaya, maka tugas daripada negara demokrasi seharusnya mengakui kedaulatan dan hak status politik orang Papua sebagai bagian daripada hak demokrasi rakyat Papua dan hak asasi manusia di Papua harus dilindungi, sebab demokrasi musti mengakui hak warga dan melindungi hak warga.
EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA — -DI PAPUA APAKAH ADA KETIMPANGAN?
*). Ekonomi: Otonomi khusus adalah nasionalisme Jakarta, atau watak kebangsaan Indonesia yang mencoba menasionalisasi terhadap orang Papua ketika orang Papua menuntut Hak Menentukan Sendiri sebagai hak politik orang Papua. Tapi hak tersebut diredam kedudukan Otsus di Papua di tahun 2001, ketika Theis, ditembak mati. Manifestasi daripada Otsus di Papua tidak dinikmati oleh rakyat jelata, atau kaum miskin kota pada umumnya di Papua artinya Otsus dinikmati oleh segintir orang, segelintir elit borjuasi di Papua.
Ketimpangan Sosial: Pada umumnya di Indonesia pendidikan mahal, misalnya uang kuliah tunggal (UKT) dan SPP mahal, jadi pendidikan di Indonesia susah diakses oleh semua kalangan bahkan di Papua pun sama, status orang tuanya miskin betul anaknya tidak mendapatkan pendidikan layak, padahal pendidikan bisa diperoleh serta diakses oleh semua kalangan tanpa diskriminatif, dan pembedaan-pembedaan si kaya dan si miskin yang tidak mengakses untuk berpendidikan, maka pada poinnya adalah pendidikan harus digratiskan, atau paling tidak pendidikan harus murah, agar semua orang bisa mendapatkan pendidikan yang layak — -Idonesia mempunyai konstitusi yang paling fundamental bahwa: “mencerdaskan kehidupan bangsa dan memelihara fakir miskin” itu adalah tugas pokok negara untuk menuntaskan problem pendidikan dan penyelesaikan kemsikinan di Indonesia jika, tidak maka, negara melanggar konstitusinya sendiri.
Ketimpangan Budaya: Khusus di Papua ketika orang Papua dengan kepercayaan diri, menunjukkan identitasnya penuh keberanian, misalnya pakai koteka, adat, istiadat, pegang anak panah, busur, dll, tapi identitas mereka dibungkam oleh negara melalui penekanan militer, negara pandang budaya orang Papua hal yang tidak bagus dan buruk bagi negara — -padahal itu jati diri orang asli Papua yang tidak bisa dibatasi oleh apapun dan siapapun bahkan negara sekalipun, sebab tugas pokok negara ialah melindingi hak sipil dan politik (Sipol) serta hak ekonomi, sosia,l budaya, (ekosob), itu adalah hak asasi manusia yang dilindungi oleh ITERNATIONAL COVENANT COVIL ON POLITICAL RIGHTS (ICCPR — PBB), Jadi negara ialah melindungi hak asasi manusia bukan menggerogoti/ merusak hak asasi manusia di Indonesia dan Papua. Sebab siapa yang bodoh! Indonesia adalah sebagai anggota dewan hak asasi manusia di meja PBB — sebagai representasi darapada perlindungan Ham di Indonesia, tapi pada prakteknya tidak demikian tercantum di PBB sebagai dewan perlindungan ham di muka Internasional, ini lucu, sangat keji, jahat, bandit, bahkan tidak bermarbat serta etis dalam moralitas berbangsa dan bernegara.
Penulis tidak punya kesimpulan, sebab kesimpulan ada pada para pembaca, tergantung kawan-kawan memandang keadaan Papua dengan perspektif masing-masing, boleh dari sudut pandang Jakarta atau sudut pandang Papua sebagai bagian dari realitas konkret yang harus merubah kondisi buruk, boleh memandang Papua dengan sudat pandang apapun dan menjelaskan masing-masing tentang kondisi Papua. Tetapi tidak sebatas memandang dan menjelaskan saja, namun hakekatnya adalah Anda punya tanggung jawab untuk mengubahnya,